Monday, July 31, 2023

Cerita Remaja Dewasa - Petualanganku di Perkebunan Teh

Idaman

Saat ini aku sedang menghisap sebatang rokok usai makan siang disebuah rest area yang berada didalam jalan tol karena aku hendak pulang ke kampung halamanku

Sebelumnya perkenalkan namaku Reno berusia 25 tahun dan saat ini aku sedang mengalami sebuah masalah yang bisa dibilang besar karena akan menentukan arah hidupku karena aku dipaksa orang tuaku untuk meninggalkan pekerjaanku di Ibukota dan aku diminta untuk pulang ke kampung untuk mengurus perkebunan teh peninggalan kakek ku,Sungguh gila memang padahal aku sudah mendapatkan jabatan strategis diperusahaan tempatku bekerja dan itu sebuah pencapaian luarbiasa mengingat umurku baru 25 tahun tetapi itu semua kutinggalkan karena permintaan orang tuaku untuk menyuruhku mengurus perkebunan teh peninggalan kakek ku,itu semua karena ketidakmampuan ayahku mengurus perkebunan teh milik orangtua nya sehingga ayahku melimpahkannya tugas kepadaku,Keputusan ayahku sangat membuatku kecewa karena seharusnya itu adalah tugasnya untuk mengurus kebun teh milik kakek sehingga awalnya aku menolak permintaan nya tetapi karena mamahku yang terus membujuk ku hingga akhirnya aku luluh dan menuruti permintaan orangtuaku terlebih karena aku ini anak tunggal

Rasanya sudah hampir 7 tahun aku tak kembali ke kampung halamanku sejak aku lulus SMA dan lanjut berkuliah disalah satu kampus negeri ternama disekitaran ibukota karena aku memiliki prinsip tidak akan pulang ke kampung sebelum aku sukses dan berkeluarga,Setelah rokok ku habis maka aku langsung membayar pesananku dan melanjutkan perjalanan ke kampung halamanku menggunakan mobil hasil pekerjaanku,sebenarnya aku juga sudah memiliki sebuah rumah di ibukota namun aku baru saja menjualnya karena aku tahu mulai saat ini aku akan tinggal dikampung mengurus perkebunan teh peninggalan kakekku

Kampung halamanku berada di provinsi Jawa Barat,kampungku ini bisa dibilang agak jauh bahkan dari kota terdekat saja membutuhkan waktu 1 jam

Tetapi akhirnya aku sampai juga dirumahku dan kedua orangtuaku pun keluar rumah dan langsung memeluk ku,aku tahu mereka kangen sekali padaku karena sudah hampir 7 tahun aku tak pulang ke rumah

Ayahku bernama Ridwan,seorang Guru SD dan sekarang berusia kalau tidak salah sudah 42 tahun sementara mamahku bernama Shinta dan ia tampak sangat cantik diusianya yang baru 38 tahun

Mamahku masih sangatlah muda dan mungkin ini sedikit aneh karena mamahku menikah ketika berusia 13 tahun tetapi dijaman dulu dikampungku itu adalah hal yang normal,aku pun juga turut bingung kenapa orang jaman dulu menikah diusia yang masih sangat muda mungkin karena kurangnya pendidikan pada masa itu

Setelah kangen-kangenan dengan kedua orangtuaku,aku pun beristirahat dikamarku yang sudah 7 tahun tak kutempati dan kulihat ternyata kondisi nya masih sama hanya sedikit yang sudah berubah

“Masih sama kan ?”ujar mamahku dibelakang yang mengagetkanku

“Ehh iya mah”ujarku

“Mamah sengaja gak ngubah kamar kamu supaya kamu betah”

“Terimakasih ya mah,ngomong-ngomong ayah kemana ?”

“Ke rumah pak haji yayat ada perlu katanya”

“Ohh yaudah reno istirahat dulu ya mah”

Setelah itu aku pun bersantai dikamarku dan kulihat jam tanganku sudah menunjukan pukul jam 8 malam,rasanya aku mengantuk sekali karena kelelahan akibat perjalanan hingga akhirnya aku tertidur

Keesokan paginya aku terbangun karena mendengar suara berisik yang ternyata ayahku sedang memanaskan motor karena ia akan berangkat kerja,setelah ayahku berangkat aku lalu menyeduh kopi untuk dinikmati

Kurasakan betapa nikmatnya menikmati kopi panas disuasana pedesaan yang sangat sejuk namun tiba-tiba mamahku masuk rumah dengan sekantong belanjaan

“Dari mana mah ?”ujarku

“Ini mamah abis beli sayur”ujar mamah

Setelah itu mamah melewatiku namun tiba-tiba pandanganku tertuju pada bongkahan pantat mamahku yang terlihat begitu seksi ketika berjalan menuju dapur dan sontak membuat kontolku mengeras

Astaga apa yang kupikirkan,bathinku

Akupun dengan cepat mengalihkan pikiranku dan aku lalu ingin keluar rumah untuk melihat-lihat perkebunan teh yang akan kukelola

Sepanjang perjalanan banyak orang-orang kampung yang mendatangiku untuk sekedar berbincang dan ternyata berita kepulanganku sudah tersebar luas

Setelah sampai diperkebunan teh rasanya aku seperti terbayang ingatan-ingatan ketika aku masih kecil dan sering bermain di kebun bersama almarhum kakek ku

Setelah puas melihat-lihat aku menuju seseorang yang merupakan sosok penting dalam perkebunan ini

Tak sampai 5 menit aku sudah tiba dirumah Haji Yayat yang merupakan orang yang menjadi tangan kanan kepercayaan untuk mengurus dan membantu mengelola perkebunan teh kakek ku bahkan ia sudah bekerja diperkebunan sejak kakek ku masih hidup,Kudengar beliau adalah sahabat almarhum kakek ku bahkan ia berangkat haji nya bareng dengan kakek ku

“Assalamualaikum”salamku

“Waalaikumsalam”ujar haji yayat dari dalam rumah

Tak lama haji yayat keluar dan beliau sungguh terkejut melihat kehadiranku

“Yaampun Reno bapak gak nyangka kamu sudah sebesar ini”ujar haji yayat

“Yaiyalah pak masa kecil mulu”candaku

Setelah itu aku disuruh masuk kedalam dan duduk diruang tamu nya

“Bu sini Reno dateng”ujar haji yayat memanggil istrinya

Tak lama istrinya yang bernama Isna dan kerap kupanggil Bu Haji muncul dari dapur dan ia sama terkejut melihatku yang sudah sebesar ini

“Aduuh ini Reno kan ?”ujar bu haji

“Iyalah bu masa lupa”

Aku pun hendak berdiri untuk menyalaminya namun tanpa diduga Bu Haji isna malah memeluk ku dan seketika membuatku terkejut ditambah aku dapat merasakan toketnya yang membusung menekan dadaku

“ihh ibu gak nyangka loh kamu udah sebesar ini”ujar bu haji

“Yaiyalah bu sekarang si reno udah bujang”ujar pak haji

“Heheh iya pak abisnya ibu inget banget dulu pas masih Sd sering kesini buat minta mangga,waktu itu reno masih kecil banget loh pak”ujar bu haji sambil tertawa

Aku pun malu karena bu haji tahunya masih ingat tentang itu aku dulu saat Sd sering kesini untuk minta mangga karena dibelakang rumah haji yayat ada pohon mangga

“Pohon nya masih ada bu ?”ujarku

“Masih sana kalo mau ambil”ujar bu haji

“Duh ibu jangan nyuruh-nyuruh Reno dia sekarang boss nya bapak loh”canda pak haji

“Ehh iya ibu lupa”ujar bu haji

“Ahh pak haji jangan gitu ahh saya jadi malu dipanggil boss”ujarku

“Hahah maaf boss”ujar pak haji

Pak haji pun hanya tertawa karena berhasil menggodaku,walapun sekarang aku ini bossnya tetapi rasanya aku malu bila dipanggil boss oleh orang seperti pak haji yang dimana sudah kukenal sejak kecil

Bu Haji pun ikut tertawa melihat suaminya yang mengerjaiku,tetapi tiba-tiba pandanganku tertuju pada satu titik dimana aku melihat toket bu haji ikut bergoyang ketika ia tertawa sehingga membuatku penasaran dengan isinya

Kupikir gila sekali diriku membayangkan bu haji yang notabene orang yang kuhormati sejak kecil bahkan saat sedang ada suaminya,tetapi lagipula kupikir-pikir bu haji masih terlihat muda diumurnya yang sudah 48 tahun sedangkan pak haji sendiri berusia 58 tahun

Setelah mengobrol-ngobrol aku pamit kepada mereka dan memutuskan untuk pulang

Sepanjang perjalanan pulang pikiranku selalu terbayang dengan toket bu haji yang tadi bergoyang-goyang dibalik dasternya

Astaga aku sudah kenal bu haji dari aku kecil bahkan dari aku balita masa iya membayangkan tubuhnya dengan kurang ajar,bathinku

Saat sedang memikirkan hal itu tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara klakson motor yang rupanya kang asep yang merupakan tetanggaku sejak kecil namun kudengar saat ini ia menjadi supir diperkebunanku yang bertugas mengangkut hasil panen

“Ehhh kang yaampun bikin kaget aja deh”ujarku

“Hahah maaf reno abis nya akang lihat dari tadi jalan sambil melamun gitu”ujarnya

“Ahh enggak kok kang”



Sunday, July 30, 2023

Kumpulan ABG dan Mama Muda Dada Besar Ketat dan Nonjol

Ukuran payudara yang besar sebelah adalah hal yang umum dan normal. Kondisi tersebut bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari hormon. Sejumlah perempuan mengaku merasa malu karena memiliki payudara besar. "Sejak usia 11 tahun saya selalu menjadi objek seksual,". Buah Dada Kendur Bisa Kencang Bak ABG Cukup Modal Tepung Beras, ... Bagi setiap wanita, payudara besar akan meningkatkan tingkat

Cerpen Remaja Dewasa - Suaminya Bernama Slamet, Tapi Istrinya tidak slamet 3

Idaman

Aku bangun kesiangan dan langsung ke kampus dengan semangat akibat motivasi dari mbak Lasmi. Aku tidak mau mengecewakan orang tua dan mbak Lasmi. Selama tiga hari berikutnya, aku setiap malam ke rumah mbak Lasmi, tetapi dia selalu menanyakan tugasku sudah selesai belum. Kalau sudah selesai, baru kita mencari kepuasan. Sudah banyak cara dan gaya yang mbak Lasmi ajarkan, dan aku merasa menjadi lelaki kuat. Tapi aku tetap tidak berani macam-macam kalau mbak Lasmi tidak meminta.

Hari pertama berikutnya, tepat jam sepuluh malam, aku datang. Seperti biasa, kita ngobrol sebentar baru kemudian mulai ngentot. Tapi mbak Lasmi minta situasi gelap, jadi kita melakukannya di kamar tanpa ada cahaya sedikitpun. Malam itu, seperti biasa, dua kali kita keluar berbarengan.

Hari kedua, aku sengaja datang agak cepat, jam setengah sepuluh. Aku langsung masuk ke rumahnya, terdengar suara gemericik air di kamar mandi. Kelihatannya mbak Lasmi baru mandi. Pintu kamar mandi tidak tertutup, sehingga aku dapat melihat mbak Lasmi yang sedang menggosok-gosok tubuh sintalnya dengan sabun. Aku langsung pengin mengentotnya, tapi tidak berani. Akhirnya aku ikut telanjang sambil berbicara, ”Mbak, boleh ikut mandi?”

“Hei, ngapain kamu?!” teriak mbak Lasmi kaget saat aku membuka pintu kamar mandi.

“Kalau mandi ya ditutup dong pintunya!” aku membela diri.

Mbak Lasmi tersenyum menyadari keteledorannya. “Sini, Riz, mandi sekalian.” undangnya.

Kami pun mandi bareng sambil saling usap, saling remas dan saling belai hingga akhirnya kami pun tak tahan. Dengan posisi doggy style, kuentot tubuh mulus mbak Lasmi. Dia menungging sambil berpegangan di dinding kamar mandi, sementara aku dari arah belakang menusuknya bertubi-tubi. Ternyata enak sekali, aku bisa remas tetek mbak Lasmi yang menggantung indah dan bisa kulihat wajah cantiknya lewat kaca yang cukup besar di kamar mandi, rasanya jadi tambah hot.

Malam yang dingin itu jadi panas penuh gairah oleh nafsu kami berdua. Aku dan mbak Lasmi keluar bersamaan waktu doggy style. Dan setelah itu kita mandi lagi sebelum coba posisi 69 setelah berpindah ke depan TV. Memang setelah mandi ada rasa yang lain karena memek mbak Lasmi jadi lebih harum, aku semprotkan spermaku di mulut mbak Lasmi, sementara memek mbak Lasmi banjir di mulutku. Sebelum pulang, kami lakukan posisi normal: aku di atas, mbak Lasmi di bawah, tapi terasa lebih enak. Malam itu aku sama sekali tidak melihat mbak Lasmi pakai baju. Setelah puas mengentotinya, aku pulang.

Malam ketiga merupakan malam terakhir sebelum kepulangan mas Slamet. Sengaja agak malam aku datang, sekitar jam sebelas. Mbak Lasmi kelihatan sudah menungguku. Sebelum aku sampai, dia sudah membukakan pintu. Dengan kesal mbak Lasmi berkata, ”Jadi kering nih memekku, Riz, apa sudah bosen?”

“Maaf, mbak, ada tugas kuliah yang harus kukerjakan.“ alasanku biar mbak Lasmi tidak marah.

“Ya sudah, tapi malam ini kamu harus temani mbak sampai pagi.” pintanya sambil membuka baju dan jilbabnya.

“Ok, mbak, siapa takut?” jawabku mantap.

Malam itu kita ngentot di ruang tengah, diawali dengan melihat VCD bokep koleksi mbak Lasmi, dan kita ikuti semua gaya yang dicontohkan disitu, kecuali anal, memang aku tidak suka dan mbak Lasmi juga tidak mau, terlalu jorok katanya.

Setelah selesai, mbak Lasmi berkata. ”Riz, aku curiga, salah satu dari kami mandul. Kalau aku subur, aku harap aku bisa hamil dari spermamu. Nanti kalau jadi aku kasih tahu.”

“Tapi, mbak, aku belum siap jadi bapak.” tanyaku agak cemas.

“Yang tahu bapaknya siapa kan hanya aku sendiri, dengan siapa aku membuat anak,” katanya sambil mencubitku.

“Mbak, malam ini terakhir bagiku ya?“ tanyaku.

“Jangan khawatir, Riz. Ingat, tubuh mbak kan milikmu, jadi memek mbak tetep kangen sama kontolmu.” jawab mbak Lasmi mesra.

“Lha mas Slamet gimana?” tanyaku lebih berharap.

“Kalau mas Slamet lagi di rumah, aku milik mas Slamet. Tapi kalau pas dia lagi jalan, memek gatelku ini bisa kamu sodok.” kata mbak Laami sambil memegang memeknya. “Kalau perlu, mbak dipakai bareng-bareng juga kuat kok.” candanya.

“Salome, mbak, satu lobang rame-rame.” balasku.

“Ya tidak begitu. Kan cuma dua; kamu mulut, mas Slamet memek, nanti gentian.“ jawab mbak Lasmi genit.

setelah itu kita ON lagi, kali ini kami melakukannya di kamar mbak Lasmi. Setelah tiga kali orgasme, sebelum pulang, aku sempatkan sodok memek mbak Lasmi sekali lagi saat dia mengantarku ke pintu. Tapi kubuat tidak sampai keluar supaya dia ketagihan. Aku semprotkan pejuh terakhir malam itu di gundukan payudaranya. Setelah itu, aku langsung buka pintu dan pergi meninggalkan mbak Lasmi yang masih menggantung sambil tersenyum penuh kemenangan.

“Lanjutin pakai tangan dulu ya, mbak.” kataku.

“Kurang ajar kamu, Riz!” umpat mbak Lasmi.

Aku pun pulang dan masuk rumah lewat jendela seperti biasa. Baru juga mau tidur, tapi kok ayamnya sudah berkokok ya? Ketika kulihat jam, ternyata sudah pukul empat pagi. Pantes aja!

Hari-hari berikutnya, selama dua minggu mas Slamet berada di rumah karena masih belum boleh nyetir, masih masa pemulihan katanya. Aku jadinya blingsatan tak karuan, apalagi ketika ketemu mbak Lasmi. Kadang kulihat dia lagi bermesraan di rumah dengan mas Slamet, atau malah kadang-kadang mbak Lasmi seperti sengaja memamerkan tubuhnya yang polos ketika habis mandi waktu aku sedang main catur dengan suaminya. Mbak Lasmi mengejekku sambil menjulurkan lidahnya. Sering dia meremas-remas teteknya sendiri saat aku meliriknya, itu ia lakukan ketika mas Slamet tidak melihat atau lagi diluar rumah.

Ah, dasar. Awas, mbak, tunggu pembalasanku!

Setelah mas Slamet di rumah, memang aku seperti duda dan kembali ke kebiasaan lama yaitu onani, tetapi kadang aku membayangkan ngentot dengan cewek atau artis tapi ujung-ujungnya yang terbayang kebahenolan mbak Lasmi, ditambah setiap hari ketemu entah dalam pakaian komplit maupun terbuka ataupun membukakan diri. Dan koleksi bf-ku sekarang kebanyakan wanita-wanita dengan tetek besar (bigtits).

Kuingat hari itu hari kamis, aku pulang dari kuliah sampai sore. Mbak Lasmi datang ke rumah, ngomong kalau aku dicari mas Slamet, ada yang perlu diomongkan. Hatiku was-was, apa mas Slamet tahu apa yang kami perbuat? Akhirnya setelah aku mandi, aku datang ke rumah mas Slamet. Kulihat mas Slamet duduk santai di meja tamu. Dengan hati-hati aku menyapanya. “Ada apa, mas, kok mencariku?” kataku dengan was-was.

“Anu, Ris, cuma tanya, kamu ada acara tidak malam ini?“ tanya mas Slamet.

“Ti-tidak, mas.” jawabku agak canggung.

“Ini kan malam jum’at, aku mau ajak kamu ritual di Umbul Kendat, Pengging. Itupun kalau kamu mau, sekalian kamu nanti nemani mbakmu.” ajak mas Slamet.

“Iya, mas. Aku besok libur kok. Ngapain ritual segala, mas?” kataku.

“Gini lho, Ris, aku kan baru lepas dari cobaan kemarin dan besok minggu depan aku harus nyetir lagi. Supaya aku lancar dikemudian hari maka harus ritual.” jelas mas Slamet. “Kalau kamu mau, boleh sekalian ikut kungkum sekalian minta apa yang kamu inginkan.” sambungnya.

“Iya, mas, sekalian aku nanti minta cepat lulus dan dapat istri cantik dan bahenol kaya mbak Lasmi, haha…” jawabku keceplosan karena kebetulan kulihat mbak Lasmi keluar dari kamar.

“Kamu bisa aja, Riz. Mau ikut mas slamet?” tanya mbak Lasmi.

“Ya itu, Ris, mbakmu itu kalau tak ajak tidak mau, alasannya takut. Gimana, ma, kalau Fariz ikut, mama mau tidak?” tanya mas Slamet.

“Ok, mas. Kalau gitu kan aku jadi ada temannya. Sekalian aku nanti minta biar kita cepat dapat momongan.” jawab mbak Lasmi.

“Kalau semua mau gini, Riz, nanti jam sembilan kita berangkat naik motor.” ajak mas Slamet.

“Nanti prosesnya gimana, mas?” tanyaku.

“Pokoknya nanti kamu ikuti aku. Kalau misalnya tidak kuat, kamu naik. Nanti setelah aku hampir selesai nanti tak panggil.” jelas mas Slamet.

“Nanti bawa apa?” tanyaku penasaran meskipun aku kurang percaya hal-hal tersebut, tapi yang penting bisa bersama mbak Lasmi.

“Bawa badan sehat aja, Riz. Nanti semua sesaji dan yang lain aku persiapkan.” kata mas Slamet.

“Iya, mas. Aku pamit dulu, nanti kalau mas berangkat, aku susul tapi tunggu dipertigaan.“ kataku.

“Kebetulan, Riz, kamu tunggu di rumah dulu, ada yang perlu dikerjakan sama mas Slamet untuk malam jum’at.” kata mbak Lasmi memancing.

“Apa, mbak, aku kok tidak tahu?” tanyaku.

“Mbak-mu bisa aja, Riz. Biasa, proses membuat momongan.” kata mas Slamet.



Cerpen Remaja Dewasa - Suaminya Bernama Slamet, Tapi Istrinya tidak slamet 2

Idaman

Setelah kejadian kemarin, aku dua hari tidak ketemu mbak Lasmi karena aku sibuk kuliah, tetapi konsentrasiku kacau, pikiranku selalu ke mbak Lasmi. Kelihatannya rumahnya kosong, dengar-dengar mbak Lasmi ada acara ke Jogja ketemu saudara mas Slamet yang kebetulan bekerja di kejaksaan untuk memperlancar kebebasan mas Slamet.

Ketika nongkrong di kampus lihat cewek, aku jadi lebih memperhatikan cewek yang lebih gemuk, seolah-olah melihat mbak Lasmi yang telanjang. Aku jadi tidak kerasan di kampus. Akhirnya aku pulang, berharap ketemu mbak Lasmi. Tapi sampai rumah, aku terus tidur karena kulihat rumah mbak Lasmi masih sepi. Jam 4 sore aku bangun dan kelihatannya ada orang berbincang-bincang di kamar tamu. Karena kamarku letaknya di depan dan harus melewati ruang tamu, aku keluar dan sempat aku kaget karena disitu ada mbak Lasmi sama ibu sedang ngobrol. Aku agak canggung ketika lewat di situ, tapi mbak Lasmi menyadari itu sehingga berusaha mencairkan suasana.

“Baru bangun, Riz, kelihatan kok kusut banget?” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak. Habis kuliah langsung tidur.“ jawabku.

“Si Fariz kerjanya tidur sama main, dan dua hari ini kurang semangat.” kata ibuku. “Sana mandi, trus antar mbak Lasmi daripada kamu bengong aja di rumah.“ sambung ibu.

“Iya, bu… “ jawabku kaya ada semangat baru.

“Tapi kamu ada tugas kuliah tidak, Riz?” kata mbak Lasmi.

“Tidak, mbak. Aku siap nanti, yang penting ada bonusnya kaya kemarin.” kataku keceplosan.

Mbak Lasmi kelihatan kaget dengan jawabanku.

“Kamu kasih apa, mbak? Jangan dikasih yang kira-kira memberatkanmu lho, mbak, kamu kan lagi banyak kebutuhan.” kata ibu.

“Paling makan aja kok,” jawab mbak Lasmi agak tenang.

Akhirnya aku tinggalkan mereka berdua yang masih asyik ngobrol untuk mandi. Pada waktu mandi, terbayang mbak Lasmi yang telanjang memandikan dan mengelus tubuhku, membuatku horny dan aku tuntaskan di kamar mandi dengan tanganku, sambil aku bicara sendiri pada kontolku. “Nanti malam kamu dapat belaian tangan dan mulut yang lebih halus, dijepit tetek, kejepit memek mbak Lasmi.”

Selesai mandi, aku lihat kamar tamu sudah sepi, mungkin mbak Lasmi sudah pulang. Aku masuk kamar dan berganti baju. Setelah itu keluar dan ambil motor, kelihatan mbak Lasmi berjalan ke rumah, disitu ada ibuku.

“Semoga lancar urusannya ya, mbak.“ kata ibu pada mbak Lasmi.

“Doakan saja, mbakyu.” jawab mbak Lasmi.

“Hati-hati ya, Riz, jangan ngebut. Kalau sudah selesai langsung pulang, tidak usah minta jajan ke mbak Lasmi.” pesen ibu kepadaku.

“Siap laksanakan perintah, Komandan.” jawabku bercanda.

Akhirnya kami berangkat. Mbak Lasmi membonceng aku dengan sopan, masih ada jarak di antara kita. Setelah sampai jalan besar, aku ngomong: “Pegangan, mbak, aku mau cepet nih.”

“Malu, Riz, nanti dikira aku tante girang… bawa brondong.” canda mbak Lasmi, tapi tetap melingkarkan tangannya di pinggangku sehingga teteknya yang besar menempel mantap di punggungku.

“Kalau ngak pegangan malah nanti dikira aku tukang ojek, mbak.” jawabku.

“Mosok cowok ganteng dikira ojek, kalau gigolo mungkin, haha..” kata mbak Lasmi.

“Kalau gigolo sama tante girang kan pasangan,” jawabku.

“Tadi dipesen ibu nggak boleh kenceng-kenceng gitu… kita nyantai aja, toh jam besuk masih lama. Kamu kan bukan pengin kenceng, tapi pengin tetekku yang kenceng nempel kan? Hahaha…“ canda mbak Lasmi.

“Tapi kok nular ke bawah ya? Kontolku jadi ikut kenceng.” candaku.

“Masak… kok bisa ya?” kata mbak Lasmi sambil memegang kontolku dari luar celana.

Dalam perjalanan, kami selalu bercanda. Mungkin orang menganggap kami adalah sepasang kekasih yang berpacaran. Tak terasa kami sudah sampai di pintu masuk Polresta. Setelah lapor sana-sini, akhirnya kita dipertemukan di ruangan paling pojok tanpa pengamanan karena bukan merupakan tindak kriminal sehingga lebih bebas. Ketika aku ketemu mas Slamet, ada perasaan bersalah di hatiku. Mbak Lasmi langsung memeluk mas Slamet sambil sama-sama meneteskan air mata. Aku tak kuasa melihatnya, akhirnya aku tinggalkan mereka berdua ke luar ruangan. Aku ngasih kesempatan mereka untuk berbicara.

Setelah beberapa saat, aku kembali ke ruangan. Tapi aku terhenti karena dari kejauhan yang kebetulan agak gelap, kulihat mereka tidak lagi berbicara, tapi saling berciuman kaya mau bercinta. Aku urungkan niatku untuk masuk, memberi kesempatan bagi mereka sambil aku menjaga setuasi kalau ada penjaga yang akan masuk. Aku nikmati permainan live show dengan lebih mendekat sehingga suara mereka terdengar tanpa perlu ngintip, karena kebetulan ada lubang yang kemungkinan bekas loket yang ditutup tidak sempurna, masih ada celah yang cukup lebar. Jarak aku dan mereka hanya beberapa meter saja sehingga suara mereka terdengar cukup jelas.

Kelihatan mereka mulai horny, mas Slamet tangannya mulai masuk di blus mbak Lasmi. “Ma, aku pingin ngentot.“ minta mas Slamet penuh nafsu.

“Tapi, Pa… apa mungkin? Nanti ketahuan, malah repot.” jawab mbak Lasmi menahan nafsu juga.

“Tidak masalah, kita kan dikasih waktu seperempat jam, ayo… Ma!” bujuk mas Slamet sambil menciumi mbak Lasmi.

“Tapi cepet aja ya, Pa… aku kurang tenang.” kata mbak Lasmi.

“Iya, yang penting ini masuk aja.” kata mas Slamet sambil menurunkan celana dan menunjuk kontolnya yang sudah tegang.

“Kalau polisi atau Fariz tahu, gimana, Pa? Nanti papa dihajar.” kata mbak Lasmi kurang tenang.

“Ya… kalau mereka tahu, paling mereka ikut ngentot mama. Hahaha…” kata mas Slamet bercanda mesum.

“Memangnya papa ikhlas kalau mama dientot orang lain?” kata mbak Lasmi mulai terbawa suasana.

“Ya gimana mama aja, yang penting saat ini pejuhku bisa muncrat.“ kata mas Slamet.

Mereka mulai bercinta meskipun kelihatan mbak Lasmi kurang tenang. Mulut mereka masih saling lumat. Mas Slamet kelihatan kurang sabar, tangannya langsung masuk di blus mbak Lasmi dan menaikkan blus tersebut sehingga tetek mbak Lasmi yang masih tertutup bra, yang bikin aku pusing kemarin, terlihat.

“Sebentar, Pa.“ kata mbak Lasmi sambil melepas branya, meloncatlah tetek yang super mantap itu. Entah gimana caranya, tahu-tahu bra sudah di tangan mbak lasmi dan dimasukkan ke tasnya.

Mas Slamet dengan rakus memainkan tetek itu dengan tangan dan mulut serta lidahnya. “Kangen ya, Pa, sama tetekku?“ kata mbak Lasmi. Mas Slamet hanya mengangguk, tetap menikmati tetek istrinya seperti anak kecil dapat mainan baru.

“Sudah, Pa. Pingin yang lain tidak?” kata mbak Lasmi sambil berdiri dan menurunkan celana dalamnya sampai di bawah dengkul. Terpampanglah memek yang tembem dan rimbun seperti gunung Lawu.

“Ma, kok rimbun banget ya? Papa pingin besok di rumah, mama gunduli itu jembut… untuk syukuran kebebasanku, papa akan gunduli juga kontolku.” kata mas Slamet sambil mengamati memek mbak Lasmi dan terus menjilatnya.

Mbak Lasmi kelihatan sudah enjoy menikmati kelakuan sang suami, mulai terdengar erangannya yang tertahan. ”Eghmm… Pah!”

Aku yang menyaksikan tidak kuat, aku benar-benar horny. Tapi mau bagaimana? Aku berpikir pingin masuk dan langsung ikut ngentot, tapi aku tidak berani.

Mbak Lasmi sekarang duduk di kursi dengan posisi tetek dan memek terpampang bebas. Mas Slamet sudah tidak tahan mau ngentot wanita itu. “Sebentar, Pa.“ kata mbak Lasmi sambil melumat kontol mas Slamet, membasahinya agar nanti lancar saat dimasukkan ke dalam memek.

“Ma, aku sudah tak tahan, mau keluar di memek mama!“ jerit mas Slamet tertahan.

Karena posisi kurang nyaman, akhirnya mbak Lasmi telentang di lantai. Aku berpikir, kalau sudah nafsu, dimanapun jadi. Kaki mbak Lasmi dikangkangkan sehingga memeknya yang tembem menjedol minta ditusuk. Mas Slamet memegang kaki mbak Lasmi karena kurang leluasa, akhirnya celananya ia lepas. Aku khawatir juga kalau ada penjaga yang datang, mereka tidak bisa cepat memakai, tapi aku tetap menikmati tontonan ini. Mas Slamet menciumi muka mbak Lasmi yang masih tertutup jilbab, tangannya menopang tubuhnya dan salah satunya memainkan tetek mbak Lasmi secara bergantian.

“Mas, ayo entot aku. Memekku pengin ditusuk,“ pinta mbak Lasmi parau.

Tanpa disuruh dua kali, mas Slamet langsung mengarahkan kontolnya ke memek mbak Lasmi. Dengan sekali hentakan, kontol itu tertelan masuk ke dalam. Ternyata mudah ya ngentot itu, pikirku. Mereka saling menggoyang maju mundur dengan cepat dan penuh nafsu, tanpa henti, kira-kira beberapa menit. Lalu kemudian…

“Ma, aku mau keluar.” kata mas Slamet ngos-ngosan.

“Iya, Pa, aku juga. Memekku siap menerima semprotanmu.” sahut mbak Lasmi.

Mereka kembali berpacu sambil terengah-engah. Akhirnya, dengan sedikit teriakan yang tertahan, mereka mengejang dan kelihatan mas Slamet menekan kontolnya semakin dalam, seolah-olah tidak pengin lepas. Demikian juga mbak Lasmi, mereka kelihatannya sudah orgasme berbarengan, terlihat mereka langsung terkapar lemas. Menyadari waktu yang tidak banyak tersisa, mereka mulai bangun dan berpakaian.

“Terima kasih, Ma… sekarang papa puas.” kata mas Slamet sambil meremas-remas tetek mbak Lasmi yang menggelantung indah.

“Sama-sama, Pa. Memek mama juga sudah tidak gatel karena sudah ditusuk.” canda mbak Lasmi.

Setelah itu mbak Lasmi melepas CD-nya untuk digunakan mengelap memeknya dan kontol mas Slamet karena memang cairan kenikmatan mereka keluar sangat banyak. Mbak Lasmi merapikan kembali baju panjangnya, sementara mas Slamet menaikkan kembali celananya. CD mbak Lasmi yang kotor oleh cairan, dimasukkan ke dalam tas bercampur dengan bra.

“Tidak dipakai, Ma?” tanya mas Slamet.

“Nanti lengket kotor, Pa. Kan juga nggak kelihatan, baju mama panjang dan lebar.” kata mbak Lasmi.

“Iya, benar sih. Tapi nanti kan mama bonceng Fariz, nanti dia tahu kamu tidak pakai bra, apa tidak malu?” kata mas Slamet.

“Nggak masalah, Pa. Ya kalau Fariz merasa, anggap aja sedekah karena dia sudah nolongin kita selama ini, hahaha…” canda mbak Lasmi.

Aku menahan nafsu mendengarnya, tapi apa daya, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Supaya tidak ketahuan, aku segera menjauh dari situ sambil pura-pura melihat poster di dinding. Saat mbak Lasmi keluar mencariku, aku segera mendekat sambil menyapanya, ”Ada apa, mbak?”

“Yuk, kita pulang dulu.” kata mbak Lasmi.

Aku mengikuti masuk ke ruang tersebut, terbayang mbak Lasmi tanpa bra dan celana dalam, kelihatan semakin cantik. Kelihatan mas Slamet sudah rapi meskipun kelihatan mereka agak kelelahan. Dan setelah itu kita pamit. “Mas, aku pulang dulu ya?” kataku.

“Makasih ya, Riz, kamu telah membantu mbakmu. Aku tidak bisa membalasnya,” kata mas Slamet.

“Sama-sama, mas, kan aku saudara sendiri.“ kataku berusaha sok tulus.

“Tapi jangan sampai ganggu kuliahmu lho. Kalau perlu atau pingin apa-apa, minta aja sama mbakmu.” kata mas Slamet.

“Iya, mas.“ jawabku singkat untuk memberi kesempatan mereka bicara.

“Pa, aku pulang dulu ya? Yang sabar disini,” kata mbak Lasmi.

“Iya, Ma. Kamu juga hati-hati di rumah, kalau perlu bantuan, ngomong sama Fariz saja. Tapi kalau dia perlu atau pingin apa, kamu usahakan.” pesen mas Slamet.

Akhirnya kita keluar dari Polresta, kita diam pada pikiran masing-masing. Mbak Lasmi bonceng tetap melingkarkan tangannya di pinggangku sehingga otomatis teteknya yang tidak pakai bra menempel ketat di punggungku. Terasa sangat empuk, beda dari waktu berangkat tadi. Mbak Lasmi tidak menyadari atau sengaja, aku tidak tahu. Di perjalanan, aku lebih berkonsentrasi pada rasa di punggungku yang hangat-hangat kenyal daripada jalanan di depan yang sepi dan lengang.

Akhirnya mbak Lasmi ngomong, “Riz, kita makan dulu yuk?”

“Nggak usah, mbak. Aku kalau sama mbak kenyang terus, haha…” candaku.

“Kok bisa, Riz?” tanya mbak Lasmi heran.

“Maaf, mbak. Kan aku minum susu terus meskipun cuma punggungku.” jawabku semakin kurang ajar.

Mbak Lasmi tertawa. ”Kamu bisa aja,”

“Mbak, kok rasanya beda ya dari waktu berangkat tadi, lebih empuk?” tanyaku.

“Haha… kamu ngerasa to, Ris?” jawab mbak Lasmi agak malu-malu.

“Ya pasti to, mbak. Aku kan punya kulit yang bisa merasakan. Kok empuk, mbak, apa mbak kedinginan?” tanyaku sok bloon.

“Maaf, Riz, sebenarnya aku malu ngomong ini. Mbak sekarang tidak pakai bra, tadi mas Slamet minta netek. Daripada repot, ya mbak lepas aja, sekarang belum sempat makai. Apa berhenti dulu di pom bensin? mbak pakai dulu kalau kamu tidak nyaman,” cerocos mbak Lasmi.

“Jangan, mbak, begini malah lebih nikmat.” kataku semakin berani.

“Haha… kamu bisa aja, Riz. Atau jangan-jangan, kamu pingin netek juga ya?” tanya mbak Lasmi memancing.

“Nggak kok, mbak, nggak pingin. Tapi… puingin buanget!” jawabku penuh harap.

“Hush, jangan ngawur. Kamu kenyang apa kentang?“ kata mbak Lasmi sambil mengelus kontolku.

Aku semakin berani, “Aku pingin ini.“ kataku sambil tanganku memegang memeknya dari luar gamis karena terbawa nafsu.

Tapi ini jadi fatal, karena mbak Lasmi langsung memukul sambil berkata agak keras. “Kurang ajar kamu, Riz, kamu anggap aku ini apa?!”

“M-maaf, mbak… maaf. Saya tidak bermaksud begitu.” kataku penuh melas.

“Iya.” jawab mbak Lasmi ketus.

Aku merasa bersalah. Selama perjalanan, kita diam. Akhirnya sampai depan rumahnya, aku turunkan mbak Lasmi.

“Maafkan kelancanganku tadi, mbak. Aku tidak akan mengulanginya lagi.” kataku pelan.

“Iya.” jawab mbak Lasmi tanpa melihatku, kelihatan begitu kecewa.

Aku berpikir, haruskah berakhir seperti ini? Tidak, harus dilanjutkan…

***

HADIAH YANG SEBENARNYA

Kumasukan motor ke rumah. Di kamar, aku mencoba untuk tidur, tapi tidak bisa. Nonton siaran TV, tidak nyaman juga. Aku terus membayangkan mbak Lasmi yang sedang marah. Aku kecewa merasakan kelancangan dan kegagalanku saat ini. Akhirnya aku berpikir harus menyelesaikan malam ini juga. Ada dorongan sangat kuat untuk mendatangi rumah mbak Lasmi. Berani nggak, berani nggak? Mengapa nggak berani, aku kan seorang lelaki. Entah apa yang mendorongku, tahu-tahu aku sudah keluar rumah lewat tempat biasa: jendela.

Aku mendatangi rumah mbak Lasmi. Dengan berdebar-debar, aku ketok pelan-pelan kaca nakonya, “Mbak Lasmi, aku Fariz.” kataku lirih.

Terdengar gemerisik suara orang berjalan, lalu sepi. Mungkin mbak Lasmi masih belum tidur dan takut. Bisa juga mengira aku maling. “Aku Fariz, mbak.” kataku lagi.

Kain korden terbuka sedikit. Nako terbuka sedikit. “Lewat samping!” kata mbak Lasmi.

Aku segera menuju ke samping, ke pintu ruang keluarga. Pintu terbuka, aku masuk, pintu lalu kututup kembali. Malam itu, mbak Lasmi mengenakan daster di atas dengkul warna merah yang kontras dengan kulitnya yang putih dan bersih dengan seutas tali yang dikaitkan di leher sehingga teteknya yang montok kelihatan menantang, mungkin ini baju tidur kesukaannya. Jilbabnya sudah ia lepas, rambutnya yang lurus sebahu tergerai indah membingkai wajah cantiknya. Ada bau harum sabun mandi, kelihatannya mbak Lasmi baru mandi, maklum tadi sore habis dipakai mas Slamet. Aku langsung terangsang, pingin memperkosanya, tapi aku sadar aku kesini untuk minta maaf, bukan buat masalah lagi. Aku duduk di ruang santai tempat pertunjukan kemarin, aku tidak berani melihat, hanya berani melirik mbak Lasmi, kita berdua diam tanpa kata. Akhirnya kuberanikan bicara.

“Mbak, maafkan aku atas kekurangajaranku tadi.” kataku penuh harap.

“Iya, Riz. Mbak juga salah telah membuat kamu kecewa, kamu kan yang paling perhatian kepadaku.” kata mbak Lasmi.

”Iya, mbak.” aku mengangguk, sedikit lega dengan jawabannya.

“Aku salut sama kamu, memang lelaki harus berani bertanggung jawab.” sambung mbak Lasmi.

Aku tambah lega, tidak ada jarak lagi diantara kita.

“Riz, kamu kesini mau apa?” tanya mbak Lasmi.

“Hanya pingin minta maaf, mbak.” jawabku mantap.

“Iya, sudah mbak maafkan dari tadi, Riz… kamu pingin minta apa, tadi mas Slamet kan sudah pesan kalau perlu apa-apa ngomong langsung aja sama mbak.” tanya mbak Lasmi dengan suara parau, terlihat ada sesuatu yang ditahan.

“Iya, mbak, makasih banget. Aku kesini tidak pingin apa-apa, aku sudah lega kalau mbak maafin aku. Kalau begitu aku pulang dulu, mbak.“ kataku sambil berdiri.

Mbak Lasmi ikut berdiri, kami lalu bersalaman. Aku berjalan ke pintu, mau membukanya, saat tiba-tiba… “Riz, sebentar…” panggil mbak Lasmi dengan suara tertahan.



Aku langsung membalik tubuhku, menghadap ke arahnya yang berdiri agak ragu. “Iya, mbak?” jawabku penuh tanda tanya.

“Aku percaya ada yang kamu inginkan, tapi tidak berani berucap.” kata mbak Lasmi, aku hanya diam kaya patung.

“Kamu mau ini, Riz… hadiah untukmu.” lanjut mbak Lasmi. Aku tetap diam tak berkedip saat melihat tangan mbak Lasmi melingkar ke belakang leher sehingga teteknya yang montok makin kelihatan menantang. Dengan sedikit tarikan, ia melepas tali daster dan membiarkan kain berwarna merah itu meluncur ke bawah. Aku kaget dan terpana karena mbak Lasmi langsung bugil total, ternyata dari tadi dia tidak pakai daleman. Kuperhatikan tubuh indahnya dari atas sampai bawah, teteknya yang montok langsung terekspos dengan jelas, sangat menantang untuk dijamah. Dan astaga! memeknya yang tembem sekarang jadi gundul. Kemana gerangan jembut lebat yang kulihat tadi siang?

Aku masih terpana, tidak mampu bergerak. Yang bisa bereaksi cuma kontolku, benda itu mulai berontak dan menegang saat melihat pemandangan indah itu. Tapi aku tidak berani berbuat apapun. Mbak Lasmi berjalan mendekatiku, teteknya yang montok bergoyang-goyang saat ia melangkahkan kaki. Aku hanya mematung saat mbak Lasmi mengambil inisiatif dengan langsung menarik kaosku ke atas hingga terlepas. Ia kemudian jongkok dan menarik turun kolor dan CD-ku. Aku sedikit mengangkat kakiku, memudahkan mbak Lasmi melepasnya. Ia melempar celanaku entah kemana. Kontolku yang sudah ngaceng berat langsung meloncat dan berdiri tegak bagai tongkat. Berdua, di ruang tengah rumah mbak Lasmi, kami sama-sama bugil sekarang.

Aku dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Aku nggak tahan lagi, segera kupeluk tubuh montok mbak Lasmi erat-erat. Kuciumi pipinya, hidungnya, bibirnya, dengan lembut dan mesra, tapi penuh nafsu. Mbak Lasmi membalas memelukku, wajahnya disusupkan ke dadaku.

“Maaf, mbak, aku pingin banget kaya kemarin.” bisikku sambil terus menciumi dan membelai punggungnya. Nafsu kami semakin menggelora.

“Riz, akan aku kasih yang lebih dari kemarin. Jamahlah tubuh mbak sesukamu, mana yang kamu mau, tubuh mbak semua untukmu!” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak. Tapi ajari aku ya, karena ini baru pertama.” kataku memohon.

“Kamu memang anak baik, Riz. Jangan terburu-buru, ikuti naluri saja.” terang mbak Lasmi. Aku ditariknya ke tempat tidur. Mbak Lasmi kemudian membaringkan dirinya. Aku langsung menubruknya.

“Riz, jangan terburu-buru. Nodai dulu bibirku.“ kata mbak Lasmi sambil menyorongkan mulutnya. Aku menyambutnya. Bibirnya terasa hangat dan lembut. Aku yang baru pertama berciuman, dengan kasar melakukannya, asal sedot dan lumat saja. Mbak Lasmi dengan santai mengajariku, aku mengikutinya. Hingga beberapa menit kemudian, kita bisa saling lumat dan hisap dengan lebih nikmat.

“Enak, Riz?” kata mbak Lasmi dengan sedikit senyum. Aku hanya bisa mengangguk. Dia kemudian mendorong tubuhku ke atas. “Ini yang menempel di punggungmu tadi, Riz. Nikmatilah, jangan bengong aja.” kata mbak Lasmi sambil menyorongkan teteknya yang besar dan bulat.

Aku tidak tahan lagi, segera kujamah buah dada yang kenyal dan empuk itu. Ukurannya benar-benar besar, sampai tanganku tidak muat menangkup semuanya. Aduh! terasa nikmat sekali. Kuelus bulatan daging itu dengan lembut, kuremas pelan-pelan. Putingnya terlihat memerah dan menggemaskan. Kuciumi, kukulum, kubenamkan wajahku di kedua bulatan mungil itu, sampai aku tidak bisa bernapas. Aku mainkan buah dada mbak Lasmi sesuai naluri dan teori dari film bokep yang sering kulihat. Mbak Lasmi terlihat menikmati sambil sedikit mengarahkan kalau aku berbuat salah.

“Riz, biar wanita bisa horny kalau teteknya dimainin kayak gini,” kata mbak Lasmi, “kamu mulai dari bagian bawah dulu, jangan langsung kamu sentuh bagian putingnya.” terangnya.

Aku hanya menurut seperti anak TK yang nurut sama ibu gurunya. Mulai kujilati bagian bawah tetek mbak Lasmi yang besar, melingkar dari kanan ke kiri. Kelihatan puting mbak Lasmi tambah menjulang saat aku melakukan itu, mungkin ia benar-benar horny, mbak Lasmi terlihat menikmatinya. Tanpa diduga, aku langsung menyedot dan melumat putingnya secara bergantian. Mbak Lasmi kaget tapi tidak menolak. Dia malah berkata, ”Pinter kamu, Riz. Ughh… enak banget!”

Aku masih memainkan tetek mbak Lasmi sesukaku. Istri mas Slamet itu membiarkan dan menikmatinya sambil mengelus kepalaku penuh kasih sayang, seperti perlakuan seorang ibu pada anak bayinya yang lagi netek. Aku tidak bosan-bosannya memainkan gundukan padat itu dengan mulutku, sementara tanganku mulai merogoh memeknya. Saat kurasakan benda itu jadi licin, tak tahan aku bertanya. “Kok gundul, mbak, nggak takut banjir?” tanyaku konyol.

”Spesial untukmu, Riz. Biar bersih, biar kamu tahu gimana bentuk memek yang sebenarnya, kamu kan baru belajar.” jawab mbak Lasmi sabar.

”Iya, mbak.” kubelai dan kuusap-usap belahan tembem itu. Kutusukkan jari telunjukku ke lubangnya yang sempit, terasa sangat hangat dan basah disana.

“Riz, mbak tidak kuat lagi. Jilati memekku, Riz!” pinta mbak Lasmi sambil mendorongku ke bawah.

“Kok basah, mbak?” kataku penuh nafsu. Kupandangi bibir vaginanya yang terlihat merah mengkilat karena terlumasi cairan.

“Nikmati, Riz, mainin itilku!” kata mbak Lasmi tanpa menjawab pertanyaanku. Dia membuka kakinya makin lebar, membuat belahan memeknya makin jelas terlihat. Lorongnya yang sempit berwarna merah cerah, hampir kekuningan. Terasa berkedut-kedut ringan saat aku merabanya.

Kuikuti perintah mbak Lasmi. Segera aku jongkok dan menghisap benda itu. Mbak Lasmi mengarahkan jilatanku yang masih kasar dan asal dengan membuka bagian atas memeknya. Karena memang memeknya gundul, maka segera terpampanglah daging kecil berwarna merah sebesar biji kacang miliknya. Aku pikir, ini pasti itil yang ia maksud. Langsung kujilat dan kumainkan benda itu. Mbak Lasmi hanya bisa mendesah sambil berkata, ”Iya, begitu, Riz! Jilat terus. Sedot. Lumat itilku dengan mulutmu, Riz!”

Aku mainin terus itil itu. Terasa ada cairan yang membasahi memek mbak Lasmi dengan aroma yang khas, benar-benar menambah sensasiku. Semakin kupercepat jilatanku, semakin Mbak Lasmi tidak tahan. Hingga akhirnya ia menarik tubuhku dan kembali menciumiku bertubi-tubi. Terasa teteknya yang bulat padat mengganjal tepat di dadaku.

“Riz, masukin kontolmu. Entot aku. Tusuk memekku, Riz!” kata mbak Lasmi seperti tante girang. Dia segera menggenggam dan mengocok-ngocok pelan batang penisku, dari ujung hingga ke pangkalnya. Aduh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aku jadi nggak sabar lagi.

Kaki mbak Lasmi kukangkangkan lebar-lebar, aku coba langsung memasukan penisku ke memeknya seperti mas Slamet tadi, tapi meleset terus.

“Hehe… aku percaya kamu memang baru pertama, Riz.” kata mbak Lasmi. ”Mbak akan nikmati perjakamu,” sambil tersenyum, dia membimbing penisku untuk memasuki liang memeknya yang sudah basah. Digesek-gesekannya ujung penisku di bibir memeknya, makin lama semakin terasa basah, hingga ketika kudorong pelan, sudah bisa agak sedikit masuk, meski masih tetap sulit. Memek mbak Lasmi terasa sangat sempit. Dia dengan sabar terus membimbingku.

“Pelan-pelan aja, Riz. Kontolmu besar lebih dari milik mas Slamet.” bisik mbak Lasmi gembira.

“Memek mbak sempit banget, kontolku muat nggak, mbak?” tanyaku kaya orang bego.

Mbak Lasmi tidak menjawab. Dia hanya tersenyum sambil terus membimbing kontolku memasuki lubang memeknya. Aku sendiri terus menekan dengan pelan, hingga akhirnya kontolku masuk semakin dalam, semakin dalam… sudah setengah terbenam, kutekan terus… lagi, lagi, dan lagi, dan akhirnya… tinggal sedikit lagi, lalu… penuh nafsu, blees! kutekan kontolku keras-keras hingga semuanya terbenam ke dalam memek mbak Lasmi yang tembem.

“Auw, pelan-pelan, Riz… sakit!” teriak mbak Lasmi tertahan. Aku hanya diam, membiarkan penisku tetap menancap. Terasa nikmat kurasakan, kontolku seperti dijepit sesuatu yang tidak tergambarkan; hangat, basah, geli, lengket, dan berkedut-kedut. Melenguh keenakan, kunikmati lubang memek mbak Lasmi.

“Riz, memek mbak jadi penuh banget, kontolmu mantap!” teriak mbak Lasmi.

“Ehm, memek mbak juga enak banget! Masih sakit, mbak?” tanyaku sambil memainkan puting susunya.

“Sebentar, Riz, jangan bergerak dulu. Biar kelamin kita kenalan dulu, kontolmu terlalu besar, memekku jadi kaget.” kata mbak Lasmi.

”Iya, mbak.” aku mengangguk.

Kita tetap dalam posisi seperti itu selama kurang lebih lima menit, hingga kemudian mbak Lasmi berkata, ”Riz, aku siap digoyang.” bisiknya mesra.

Aku pun mulai menggerakkan pinggulku naik-turun dengan pelan seperti yang kulihat dilakukan oleh mas Slamet. Aku melakukannya dengan teratur. Aduh, nikmat sekali rasanya. Penisku rasanya dijepit erat oleh kemaluan mbak Lasmi yang sempit dan licin. Makin cepat kucoblos, makin erat memek itu mencekik kontolku. Aku terus menggerakkannya keluar-masuk, turun-naik, kadang memutar dan kutekan dalam-dalam dengan penuh nafsu, menggesek dinding kelamin mbak Lasmi hingga membuatku kami merintih keenakan.

“Aduh, Riz, Fariz… enak sekali! Yang cepat… terus, ya begitu!” bisik mbak Lasmi sambil mendesis-desis. Kupercepat lagi genjotanku. Suara memek mbak Lasmi makin kecepak-kecepok, menambah semangatku. “Riz, aku mau muncak… terus… terus!” rintihnya.

Aku juga sudah mau keluar, ada sesuatu yang mau meledak di ujung kontolku. Aku percepat goyanganku, dan penisku merasa akan segera muncrat. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam vagina mbak Lasmi sampai amblas, mentok seluruhnya. Pangkal penisku berdenyut-denyut, spermaku muncrat, menyembur berkali-kali di dalam vagina sempit mbak Lasmi.

Bersamaan dengan itu, mbak Lasmi mengejang. Terasa basah di ujung kontolku. Rupanya dia juga orgasme. Kami berangkulan kuat-kuat, nafas kami seakan berhenti. Saking nikmatnya, dalam beberapa detik, nyawaku seperti melayang entah kemana. Aku ambruk di atas tubuh montok mbak Lasmi untuk beberapa saat menikmati sisa-sisa kenikmatan yang masih mendera.
Setelah rasa itu hilang, barulah kucabut penisku, dan berbaring di sisinya. Kami berdiam diri, mengatur napas kami masing-masing. Tiada kata-kata yang terucapkan, ciuman dan belaian kami yang berbicara.

“Terima kasih, mbak, hadiahnya. Tidak akan terlupakan,” bisikku di telinganya.

“Iya, Riz. Mbak juga puas. Mbak bisa keluar lepas, tidak seperti tadi sama mas Slamet.” kata mbak Lasmi keceplosan.

“Memangnya tadi sempat ngentot sama mas Slamet?” tanyaku pura-pura tidak tahu.

“Eh, nggak, nggak, Riz!” kata mbak Lasmi gelagapan, mukanya merah padam, menambah kecantikannya.

“Mbak cantik deh kalau lagi bohong,” rayuku. ”Tapi mas Slamet ahli ya, mbak? Tanpa bantuan nyoblos, langsung bisa masuk.” lanjutku.

“Kamu kurang ajar ya, Riz! Berarti kamu tadi ngintip… kamu memang kurang ajar,” kata mbak Lasmi berlagak marah.

“Salah sendiri, ngentot di tempat gituan. Beralaskan lantai apa enaknya? Aku tidak ngintip, aku lihat kok.” candaku.

“Iya, Riz, aku ngaku. Habis tadi tidak tahan. Kasihan mas Slamet, mosok punya istri harus pakai tangan?” akhirnya mbak Lasmi mengakui perbuatannya. “Tapi kamu memang kurang ajar, Riz. Mosok suamiku di sel, istrinya kamu nodai!” katanya kemudian.

“Biarin, wong ini mbak juga gatel.” kataku sambil membelai memeknya.

“Kamu kebablasan, Riz.“ teriak mbak Lasmi sambil berdiri.



Aku kaget dengan responnya. Langsung aku diam, apa aku salah lagi? Mbak Lasmi bikin pusing saja. Aku masih terlentang diam, sementara dia mulai bergerak mengangkangi tubuhku. Bisa kulihat sisa-sisa spermaku masih menetes-netes di celah-celah belahan memeknya.

“Ini, kubalas kekurang-ajaranmu!” maki mbak Lasmi. Dia lalu memegang kontolku yang masih lesu, terus dijilat dan langsung ditelannya tanpa rasa jijik. Mendapat perlakuan seperti itu, kontolku langsung berdiri tegak menjulang.

“Mbak, jadi berdiri lagi, gimana ini?” rengekku pura-pura lugu.

“Dasar, kontol muda nggak ada matinya!” maki mbak Lasmi sambil menggenggamnya erat. Dia langsung naik ke atas tubuhku, memeknya berada tepat di depan kontolku. Tanpa permisi, mbak Lasmi menurunkan tubuhnya, batang kontolku langsung amblas ditelan mekinya.

“Mbak, ughh… sakit, mbak!” kataku.

“Biarin, rasakan pembalasan atas kekurang-ajaranmu!” kata mbak Lasmi sambil mulai bergoyang tak beraturan. Teteknya yang besar bergoyang ke kanan dan ke kiri kayak mau jatuh. Aku nikmati pertunjukan ini.

Mbak Lasmi seperti kesetanan. Aku rasakan meskipun badannya gemuk, kalau begini rasanya enteng. “Riz, jangan bego gitu, remas tetekku!” teriaknya gemas. Aku diam saja, mosok aku dikatakan bego?!

“Kalau kamu kurang, rasakan ini!” kata mbak Lasmi sambil menghentikan goyangannya. Terasa ada pijatan kuat yang menjepit batang kontolku, seolah-olah membetot dan menyedot spermaku. Dia melakukannya berulang-ulang hingga membuatku merintih dan menggelinjang keenakan.

“Mbak, enak banget… aku tak kuat!” teriakku tertahan. Segera kugapai gundukan payudaranya dan kuremas-remas dengan penuh nafsu.

“Gimana empot ayamku, Riz?” kata mbak Lasmi sambil tersenyum.

“Enak banget, mbak, lagi dong!” pintaku sambil memilin-milin putingnya.

Mbak Lasmi langsung mengeluarkan jurus empotannya yang bikin kontolku panas dingin tak karuan. Aku nikmati sambil merem melek dan memenceti terus tonjolan buah dadanya berulang-ulang.

“Riz, kamu kuat juga, biasanya mas Slamet kalau aku ginikan langsung nyembur.” puji mbak Lasmi.

“Darah muda, mbak.” sahutku.

“Riz, ayo goyang. Mbak udah mau nyampai, kita barengan lagi.” ajak mbak Lasmi.

Tanpa diminta lagi, aku mainkan memek mbak Lasmi. Kubalik tubuh sintalnya hingga ia sekarang berada di bawah, lalu aku hajar memeknya bertubi-tubi. Mbak Lasmi mengimbangi dengan memutar pinggulnya berlawanan arah dengan genjotan tubuhku. Kami terus melakukannya hingga akhirnya ada sesuatu yang mau mendesak keluar dari dalam batang kontolku.

“Mbak, aku mau nyampe. Siram dong kontolku!” kataku sambil balik lagi telentang, mbak Lasmi kembali berada di atas tubuhku. Dia tanpa kompromi langsung menggoyang, dan aku mengikutinya. Hingga akhirnya…

“Riz, mbak mau keluar!” teriak mbak Lasmi.

“Aku juga… barengan, mbak!” kataku menyahut. Kuikuti goyangan mbak Lasmi sambil menyodok memeknya semakin dalam saat sesuatu yang basah dan hangat menyembur keluar, mengguyur kontolku hingga terasa semakin licin dan lengket.

“Aku keluar, Riz!” teriak mbak Lasmi tertahan. Tubuh sintalnya terkejang-kejang seiring semprotan cairan dari dalam liang vaginanya.

Aku yang juga sudah di ujung orgasme, langsung membalik dan mengenjotnya tanpa ampun, dan baru berhenti saat spermaku yang kental menyembur untuk yang kedua kali di dalam memek mbak Lasmi.

Kami kembali roboh berpelukan. Karena kecapekan dan kepuasan, aku tertidur di atas tubuh montok mbak Lasmi dengan kontol tetap menancap di lubang memeknya. Setengah jam kami tidak sadar. Kami terbangun bersamaan saat merasakan kontolku menciut dan akhirnya lepas dengan sendirinya. Aku terlentang seperti tidak ada tenaga.

“Riz, mau lagi?“ tawar mbak Lasmi sambil tersenyum.

“Siap, mbak, sampai pagi pun siap!” kataku mantap.

“Uh, maunya! Sana kamu pulang, sudah jam satu. Nanti malah ketahuan ronda kampung, malah repot.” suruh mbak Lasmi sambil mengecup pipiku.

“Sekali lagi, mbak, please…” pintaku memelas.

“Besok aja mbak kasih lagi, sekarang pulanglah!” kata mbak Lasmi sambil berdiri dan keluar dari kamar.

Akhirnya aku nurut. Terlihat mbak Lasmi memunguti baju dan celanaku dan menyuruhku untuk memakainya, sementara dia masih tetap telanjang. Aku pakai bajuku dan duduk sambil istirahat melihat mbak Lasmi yang masih telanjang mengambilkan minum untukku.

“Ini, minum dulu biar kuat sampai rumah.” perintahnya sambil duduk di sebelahku, tetap telanjang.

“Rumahku kan di sebelah, mbak. Pacarku mbak Lasmi.” kataku bercanda.

“Riz, mbak minta ini jadi rahasia kita berdua.” kata mbak Lasmi.

“Iya, mbak…” sahutku.

“Kamu bisa minta kapan pun, asalkan pas suamiku tidak ada.” kata mbak Lasmi lagi. “Kamu boleh nikmati tubuhku, bibirku, tetekku dan memekku, semuanya untukmu… tapi ingat, jangan mencintai aku. Hatiku hanya untuk mas Slamet!” sambungnya penuh nasehat.

“Berarti ini hanya untuk nafsu saja, mbak?” tanyaku.

“Ya, begitulah. Kita sama-sama puas. Kamu bisa belajar dariku, tapi jangan sampai hal ini membuatmu gagal kuliah, mbak akan sangat kecewa.” kata mbak Lasmi.

“Ok, guruku yang binal dan bahenol.” jawabku bergurau.

“Sekarang pulang sana, brondongku. Besok tak kasih lagi jepitanku,” suruh mbak Lasmi.

“Pulang dulu ya, tante girang. Besok kusobek-sobek memekmu.” kataku sambil berdiri. Dengan berat hati, aku pergi meninggalkan mbak Lasmi. Aku masuk rumah lewat jendela dan langsung menuju kamar. Aku berusaha tidur sambil menyesali ketidak-perjakaanku. Tapi memang benar-benar enak memek tembem mbak Lasmi.






Cerpen Remaja Dewasa - Suaminya Bernama Slamet, Tapi Istrinya tidak slamet 1

Idaman

Sebut saja namaku Fariz, 25 tahun, sekarang telah menjadi Guru. Bodiku seperti orang Indonesia pada umumnya, dengan tinggi 170cm dan berat 65kg. Kejadian yang aku ceritakan ini terjadi 5 tahun yang lalu yang mengakibatkan aku sangat tertarik dengan wanita yang gemuk tetapi syaratnya teteknya besar.

Waktu itu aku seorang mahasiswa salah satu universitas swasta di Solo yang tinggal di Boyolali. Karena dekat, aku tidak kost, tapi tinggal dengan orang tua. Aku mempunyai tetangga, namanya Pak Slamet, usianya 35 tahun. Aku biasa memanggilnya mas Slamet, seorang sopir truk gandeng yang mengangkut susu dari Boyolali ke Jakarta. Mas Slamet mempunyai istri yang bernama mbak Lasmi, 30 tahun, seorang ibu rumah tangga yang baik. Mbak Lasmi sangat cantik dengan kulit putih, sedikit gemuk tetapi proposional karena pantat dan teteknya sangat besar untuk ukuran… aku tidak tahu, pokoknya menantang!

Sebagai tetangga dekat, aku sering main ke rumah mbak Lasmi ketika mas Slamet ada. Aku sangat hormat kepada beliau karena aku sudah dianggap adiknya sendiri. Dan aku waktu itu tidak sedikitpun berani menghayal ngentot dengan istrinya meskipun bodi mbak Lasmi sangat menggairahkan. Dan kuakui, aku gemar sekali onani, maklum seusia itu dan aku berprinsip lebih baik onani daripada lebih dari itu.

***

Suatu malam, karena memang belum mengantuk, aku jalan-jalan mencari teman ngobrol. Setelah muter-muter, tidak ada yang nongol. Aku berpikir, ke rumah mas Slamet saja karena beliau tidak bekerja, mungkin dapat teman ngobrol, untung-untung dapat makan minum gratis.

Pada waktu sampai di samping rumah mas Slamet, aku melihat kaca nako yang belum tertutup. Aku mendekati untuk melihat apakah kaca nako itu kelupaan ditutup atau ada orang jahat yang membukanya. Dengan hati-hati kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi. Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja.

Mendadak aku mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir, ternyata itu suara orang yang lagi bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur mas Slamet dan istrinya.

Aku lebih mendekat lagi, suara dengusan nafas yang memburu dan gemerisik dari goyangan tempat tidur terdengar lebih jelas. “Ssshh… hhemm… uughh… ugghh…” terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu.

Jelas itu suara mbak Lasmi yang sedang ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok, nampaknya penis mas Slamet sedang mengocok liang vagina mbak Lasmi yang tembem. Aduh, darahku langsung naik ke kepala, penisku sudah berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri membayangkan mas Slamet menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya menyetubuhi mbak Lasmi yang cantik dan bahenol itu.

“Oohh… sshh… bune, aku mau keluar! Ssshh… sshh…” terdengar suara mas Slamet yang tersengal-sengal. Suara kecepak-kecepok menjadi semakin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya mas Slamet sudah ejakulasi dan pasti penisnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam vagina mbak Lasmi.

Selesailah sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan kepala berdenyut-denyut dan penis yang kemeng karena tegang dari tadi. Akhirnya aku kembali ke rumah, ingin tidur tetapi ternyata sulit. Aku coba onani, bayangan yang keluar adalah mbak Lasmi. Aku malam itu membayangkan ngentot mbak Lasmi, malam itu onaniku begitu nikmat.

***

Sejak malam itu, aku jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat tidurnya, kalau mas slamet pas ada di rumah. Walaupun nako tidak terbuka lagi, namun suaranya masih jelas terdengar dari sela-sela kaca nako yang tidak rapat benar. Aku jadi seperti detektif yang mengamati kegiatan mereka di sore hari.

Biasanya kalau mas Slamet tidak kerja, pukul 21.00 mereka masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke kamar tidurnya. Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman, aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur, mungkin mbak Lasmi baru haid.

Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih mbak Lasmi yang kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas buah dadanya oleh mas Slamet), dapat dipastikan akan diteruskan dengan persetubuhan. Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti kecanduan dengan suara-suara mas Slamet dan khususnya suara mbak Lasmi yang keenakan disetubuhi suaminya.

***

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aku bertemu mbak Lasmi juga biasa-biasa saja, namun tidak dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri mas Slamet itu. Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi, sesuai dengan seleraku. Khususnya pantat dan buah dadanya yang besar dan bagus. Aku menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin, karena mbak Lasmi istri orang. Kalau aku berani menggoda mbak Lasmi, pasti jadi masalah besar di kampungku. Bisa-bisa aku dipukuli atau diusir dari kampungku.

Tetapi nasib orang tidak ada yang tahu. Ternyata aku akhirnya dapat menikmati keindahan tubuh mbak Lasmi…!!!

***

Pada suatu hari, aku mendengar mas Slamet ditahan di Polresta Solo karena kecelakaan yang mengakibatkan korbannya meninggal, sehingga mas Slamet harus bertanggung jawab meskipun dia tidak bersalah, mungkin karena dia mengendarai kendaraan lebih besar. Sebagai tetangga dan masih bujangan, aku langsung diajak mbak Lasmi untuk menengok suaminya di Polresta Solo. Dengan ikhlas aku mengantar mbak Lasmi dengan motornya karena beliau sedang kesusahan. Dan yang penting, aku mencoba membangun hubungan yang lebih akrab dengannya.

Hari itu aku terharu melihat mereka saling menangis meratapi nasib sial mas Slamet. Dalam perjalanan pulang, mbak Lasmi tetap sesenggukan menangis. Aku hanya bisa diam saja. Karena kacau pikirannya, mbak Lasmi membonceng seperti ketika dibonceng suaminya, tanggannya melingkar di pinggangku, otomatis teteknya yang besar menekan kuat ke pundakku, tapi tidak aku rasakan. Jujur, aku hari itu tidak terangsang karena akupun turut bersedih.

***

Dua hari aku sibuk kuliah dengan tugas yang menumpuk. Begitu tugas selesai, aku setelah pulang kuliah pingin tahu kabar mas Slamet karena kebetulan besok libur. Aku sambangi rumah mbak Lasmi. Aku ketuk pintu rumahnya.

”Permisi, mbak Lasmi!!!” kataku.

”Ya, sebentar. Siapa ya?“ teriak mbak Lasmi, kedengaranya dari kamar mandi.

”Saya Fariz, mbak!” kataku.

”Masuk dulu, Riz!” teriak mbak Lasmi karena aku memang sudah dianggap adiknya sendiri.

Aku masuk dan duduk di meja tamu sambil membaca majalah yang ada di meja. Lagi asik membaca, mbak Lasmi menegur. ”Kebetulan, Riz…”

Aku kaget, dan lebih kaget lagi saat melihat mbak Lasmi yang berdiri di depan pintu hanya dengan menggunakan handuk besar tetapi tetap tidak bisa menutupi seluruh tubuhnya yang montok, paha dan sebagian teteknya kelihatan. Aku tertegun.

”A-ada apa, mbak?“ jawabku gelagapan tanpa berkedip.

Mbak Lasmi hanya tersenyum, mungkin menyadari kekagetanku dan padanganku yang penuh nafsu abg. ”Maaf ngagetin, mbak ganti baju dulu aja.” katanya sambil masuk ke dalam kamarnya.

Aku tidak berkedip memandang pahanya. Otomatis rudalku berdiri tegak. Pintu kamar ditutup, tapi aku masih bengong memandanginya.

Tak lama, mbak Lasmi keluar dari kamar. Ia kini mengenakan pakaian muslimah, baju panjang dan jilbab lebar menutupi bentuk tubuhnya yang sempurna, tapi tetap tidak bisa menyembunyikan kemontokannya. Mbak Lasmi duduk di depanku sambil ngomong, “Maaf, tadi bikin kami gelagapan. Mbak nggak sadar kalau belum pakai baju, karena mbak mau ajak kamu ke rumah manager pabrik di Solo Baru. Bisa nggak? Untuk ngurus mas Slamet supaya cepat bebas.”

”Ok, mbak. Untuk mbak Lasmi yang cantik, apapun aku siap laksanakan.” kataku tanpa berpikir panjang.

”Oo, sekarang adikku mulai bisa ngerayu ya?” katanya sambil ketawa.

***

Akhirnya kita berangkat ke Solo Baru. Setelah ketemu dengan managernya, hasilnya sangat memuaskan. Perusahaan akan mengurus penahanan mas Slamet, maksimal seminggu sudah selesai.

Sehabis Isya, aku bersama mbak Lasmi pulang. Hati mbak Lasmi kelihatan senang banget. Dalam perjalanan, kami ngobrol dan mbak Lasmi minta mampir di bebek goreng Wong Solountuk makan dulu, katanya. Kami berhenti di warung bebek goreng, kita cari yang lesehan.

“Riz, kami mau dada apa paha?” kata mbak Lasmi sambil memegang dada dan pahanya yang montok.

“Ah, a-anu, mbak… dada, mbak!“ kataku gelagapan karena membayangkan dada mbak Lasmi yang membusung indah.

Setelah pesanan diserahkan ke pelayan, kita ngobrol. ”Kamu itu tadi kok jawabnya gelagapan… kaya orang bingung, Riz?“ tanya mbak Lasmi.

“Maksud mbak Lasmi gimana?“ tanyaku balik.

“Tadi lho, ditanya paha apa dada kok bingung?” tanya mbak Lasmi lagi.

“Gimana ya, mbak, ngomongnya? Lha tanya paha, pegang paha. Ngomong dada, pegang dada. Lha kalau jerohan, pegang apa ya, mbak?” jawabku asal-asalan

“Hahaha… kamu ada-ada saja. Gimana ya, nanti di rumah tak jelasin!“ kata mbak Lasmi memancing.

Kami mulai mengobrol, mengenai masalah Mas slamet. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang. Aku mulai mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar. Inikan kesempatan bagus sekali untuk mendekati mbak Lasmi.